Alasan Kenapa Wajib #JagaBumi dari Perubahan Iklim?

Dipublikasikan oleh admin pada 21 May 2022

Hasil survei YouGove di 23 negara menempatkan masyarakat Indonesia di urutan tertinggi yang tidak percaya dengan isu perubahan iklim dipicu ulah manusia. Hal itu karena kurangnya pemahaman dan literasi publik yang berdampak dan rendahnya rasa tanggung jawab manusia sendiri akan isu ini.

Jakarta saja dalam periode 100 tahun ini suhu udara sudah meningkat 1,5 derajat Celsius, padahal seharusnya kenaikan suhu sebesar itu terjadi pada 2030, Tidak hanya di Jakarta beberapa daerah lain juga mengalami hal serupa. Fakta dan data-data di atas seharusnya semakin menambah kesadaran kita akan isu perubahan iklim secara luas.

Perubahan iklim memicu meningkatnya bencana alam dalam kurun waktu 5 dekade terakhir

Dilansir dari BBC.com 2021, perubahan iklim memicu meningkatnya bencana alam dalam kurun waktu lima dekade terakhir. Hal ini diakibatkan dari suhu global yang meningkat dalam beberapa dekade terakhir, termasuk peningkatan jumlah bencana hidrometeorologi yang meningkat secara signifikan.

Dalam 50 tahun, di antara 1970 dan 2019, ada lebih dari 11.000 bencana terkait cuaca, menurut atlas terbaru dari WMO yang mendata skala seluruh peristiwa ekstrem ini dalam gambar berikut :

Un

UN World Meteorogical Organization menyebutkan bahwa terdapat sekitarnya 2 juta orang meninggal akibat bencana alam akibat bencana alam yang disebabkan perubahan iklim, dengan kerugian ekonominya mencapai Rp51 kuadriliun. Selain itu dari sisi keanekaragaman hayati, perubahan iklim juga berdampak pada hilangnya spesies lokal, dan juga peningkatan penyakit pada spesies (IPCC Sixth Assessment Report 2022).

Sumber IPCC Report 2021

Pada gambar di atas (b) menunjukan adanya perubahan suhu permukaan global yang disimulasikan dengan penggunaan faktor manusia dan alam, dan hanya alam, rentang tahun 1850 sampai tahun 2020 yang menunjukan adanya pengaruh besar dari aktivitas manusia pada perubahan suhu permukaan global.

Sejak masa pra-industri, kandungan gas-gas rumah kaca telah menyebabkan pemanasahan suhu global, dua diantara gas rumah kaca yang paling berkontribusi besar pada perubahan iklim adalah karbon dioksida dan metana. Tahun 2019 saja, konsentrasi karbon dioksida di atmosfer lebih tinggi dibandingkan 2 juta tahun lalu (Kompas, 2021) sedangkan konsentrasi metana dan nitrous oxide kandungan lebih tinggi setidaknya dalam kurun waktu 800.000 tahun.

yang terpantau di bumi adalah gas-gas rumah kaca tersebut telah menyebabkan pemanasan.  Dua di antara gas rumah kaca yang paling bertanggung jawab dan memiliki kontribusi terbesar dalam perubahan iklim ini adalah karbon dioksida (CO2) dan metana (CH4/methane). Pada tahun 2019, konsentrasi CO2 di atmosfer lebih tinggi dari yang pernah ada setidaknya dalam kurun waktu 2 juta tahun dan konsentrasi metana dan nitrous oxide.  Keduanya merupakan GRK yang signifikan, lebih tinggi dari yang pernah ada dalam setidaknya kurun waktu 800.000 tahun. Aktivitas manusia berupa penggunaan bahan bakar fosil, dan deforestasi telah mempercepat peningkatan suhu global dari biasanya.

Selama 50 tahun terakhir, aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil dan deforestasi menyebabkan peningkatkan terhadap suhu global pada tingkat tercepat dalam catatan sejarah.

74 persen wilayah Indonesia masuk daerah rentan akibat bencana hidrometeorologi

Kerusakan jalan dan fasilitas masyarakat lain akibat badai seroja di NTT pada tahun 2021 | Sumber foto oleh Jawa Pos

Dilansir dari Konservasi DAS UGM menyebutkan bahwa bencana hidrometeorologi adalah bencana yang disebabkan oleh paramater meteorologi seperti curah hujan, kelembaban, temperatur, angin. Contoh dari bencana ini adalah kekeringan, banjir, badai, kebakaran hutan, El Nino, La Nina, longsor, tornado, angin putuh, topan, fohn, angin puting beliung, gelombang panas dan dingin.

Dalam World Risk Report 2016, menyebutkan bahwa Indonesia dikategorikan sebagai negara dengan risiko bencana tinggi. Hal tersebut diperkuat dari pernyataan Direktur Adaptasi Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Sri Tantri Arundhati menjelaskan, kategori kerentanan nasional dilihat dari kondisi seluruh wilayah Indonesia. Data berasal dari Pendataan Potensi Desa (Podes) 2014. yang menyebutkan 74 persen wilayah Indonesia masuk kategori ‘cukup rentan.’ Kemudian 10 persen wilayah ‘tidak rentan’, 9 persen wilayah ‘agak rentan’,  4 persen wilayah ‘rentan’ terhadap bencana. 3 persen wilayah Indonesia bahkan masuk kategori ‘sangat rentan (Liputan 6.com, 2019).

Faktor perubahan iklim dan permukaan suhu air laut telah memengaruhi kerentanan Indonesia terhadap bencana hidrometeorologi. Banyaknya bencana-bencana ini tentunya akan banyak memberikan kerugian material.

Fakta-fakta di atas setidaknya memberikan gambaran umum mengapa kita perlu #JagaBumi dari perubahan iklim dengan meminimalkan dampak-dampak yang ditimbulkan. Untuk mengurangi dampak bencana terkait iklim perlu adanya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, yang mendorong kolaborasi antar lembaga baik pemerintah maupun swasta serta masyarakat untuk mengambil aksi nyata terhadap perubahan iklim terutama kita sebagai generasi muda.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © 2024 Hutan Itu Indonesia. All Rights Reserved.
cross